Blog Khusus Doa - Umumnya, pekerjaan rumah tangga seperti masak, cuuci baju, bebersih rumah dan lainnya adalah pekerjaan seorang istri, tetapi ternyata justru pekerjaan rumah tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab suami. Seorang istri tidak berkewajiban untuk pekerjaan tersebut, namun jika seorang istri melakukannya maka sang suami wajib memberinya gaji dengan nilai yang pasti.
Allah SWT berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekadar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus ‘menggaji’ para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga. 4 Mazhab besar bersepakat bahwa para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.
1. Mazhab As-Syafi’i
Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan:
2. Mazhab al-Hanafi
Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai’ menyebutkan:
Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan:
3. Mazhab Hambali
Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.
4. Mazhab Maliki
Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan:
Selain ke empat madzhar diatas, Mazhab Adz-Dzahiri juga berpendapat sama yakni "para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya".
Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.
Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.
Dalam kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkhidmat di luar urusan seks kepada suaminya. Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah timbal balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.
Namun satu hal yang jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga. Artinya, istri mendapat ‘upah’ materi di luar uang nafkah kebutuhan bulanan.
Sungguh, begitu mulianya seorang wanita dalam Islam, termasuk dalam berumah tangga. Maka, patut baginya untuk mengikuti apa yang diperintahkan padanya, yakni memenuhi hasrat biologis suami. Sebab, suami memiliki tanggungjawab besar manafkahi istri.
Sedang perihal tugas pekerjaan rumah, bukan berarti seorang istri itu berleha-leha dengan memberikan tanggungjawab sepenuhnya pada suami. Tetapi, melakukan pekerjaan rumah itu sama halnya ibadah, yakni meringankan beban yang dipikul oleh suami. dan dari situlah seorang istri memperoleh pahala lebih. Oleh sebab itu, seorang suami pun patut mengapresiasi istri yang melakukan pekerjaan rumah, dengan memberikan nafkah terbaiknya.
Itulah penjelasan mengenai pekerjaan rumah tangga yang ternyata semua itu adalah kewajiban seorang suami. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan tentunya menambah wawasan kita khususnya dalam rumah tangga. (Source: Islampos)
Allah SWT berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekadar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus ‘menggaji’ para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga. 4 Mazhab besar bersepakat bahwa para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.
1. Mazhab As-Syafi’i
Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan:
Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.
2. Mazhab al-Hanafi
Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai’ menyebutkan:
Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengolahnya, maka istri tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap.
Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan:
Seandainya seorang istri berkata, ‘Saya tidak mau masak dan membuat roti,’ maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santap, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.
3. Mazhab Hambali
Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.
4. Mazhab Maliki
Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan:
Wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rezeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.
Selain ke empat madzhar diatas, Mazhab Adz-Dzahiri juga berpendapat sama yakni "para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya".
Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.
Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.
Dalam kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkhidmat di luar urusan seks kepada suaminya. Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah timbal balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.
Namun satu hal yang jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga. Artinya, istri mendapat ‘upah’ materi di luar uang nafkah kebutuhan bulanan.
Sungguh, begitu mulianya seorang wanita dalam Islam, termasuk dalam berumah tangga. Maka, patut baginya untuk mengikuti apa yang diperintahkan padanya, yakni memenuhi hasrat biologis suami. Sebab, suami memiliki tanggungjawab besar manafkahi istri.
Sedang perihal tugas pekerjaan rumah, bukan berarti seorang istri itu berleha-leha dengan memberikan tanggungjawab sepenuhnya pada suami. Tetapi, melakukan pekerjaan rumah itu sama halnya ibadah, yakni meringankan beban yang dipikul oleh suami. dan dari situlah seorang istri memperoleh pahala lebih. Oleh sebab itu, seorang suami pun patut mengapresiasi istri yang melakukan pekerjaan rumah, dengan memberikan nafkah terbaiknya.
Itulah penjelasan mengenai pekerjaan rumah tangga yang ternyata semua itu adalah kewajiban seorang suami. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan tentunya menambah wawasan kita khususnya dalam rumah tangga. (Source: Islampos)
Posting Komentar untuk "Ternyata Pekerjaan Rumah Tangga itu Kewajiban Suami"
Panduan Berkomentar
* Silakan beri komentar sesuai isi artikel yang tertulis di halaman ini.
* Gunakan bahasa yang baik dan yang sopan
* Komentar yang menyertakan link dan/atau nomor telpon tidak akan kami publikasikan (Dihapus).